Ask Expert: Mendeteksi Kebohongan, Bagaimana Caranya?
Berbohong bukan lagi menjadi sebuah
tindakan yang asing saat ini. Meskipun termasuk ke dalam kategori perilaku
negatif, tidak dapat dipungkiri jika banyak orang yang menggunakan kebohongan
sebagai alat untuk melindungi diri. Namun, bagaimana jika kebohongan itu
diucapkan oleh para pelaku tindak kriminal? Adakah cara mendeteksi kebohongan
tersebut? Bagaimana psikologi forensik memandang hal ini? Untuk mengetahui
jawabannya, kami telah mewawancarai seorang ahli psikologi forensik yang juga
merupakan dosen magister psikologi Universitas Tarumanagara, Angesty Putri A.,
M. Psi, Psikolog.
Apa faktor-faktor yang membuat
seseorang berbohong?
Banyak
penyebab mengapa seseorang melakukan kebohongan. Namun, pada umumnya, bohong
merupakan salah satu
bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam konteks psikologi forensik, berbohong biasanya digunakan
untuk melindungi diri sendiri, orang lain, atau bisa juga karena tidak sanggup
menerima kenyataan. Jadi, motif di balik
kebohongan seseorang bisa bermacam-macam, konteksnya bisa positif bisa negatif.
Istilahnya, tindakan berbohong
digunakan seseorang sebagai topeng untuk menutupi suatu hal yang ia tidak ingin
orang lain mengetahuinya.
Misalnya kita diminta untuk membantu
dalam proses interogasi pelaku kriminal, bagaimana cara kita mendeteksi apabila
pelaku melakukan kebohongan saat interogasi?
Pemeriksaan
psikologis dalam konteks psikologi forensik terbilang cukup rumit. Semua metode
harus digunakan, seperti tes, wawancara, hingga observasi. Jika hanya
menggunakan satu jenis metode, maka akan sulit untuk membuat kesimpulan. Jadi,
pemeriksaan psikologi forensik itu tidak bisa selesai dalam waktu singkat. Kita
harus memeriksa konsistensi pelaku melalui wawancara dan observasi. Kemudian
hasilnya harus diintegrasikan juga dengan hasil psikotes pelaku.
Kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pemeriksaan psikologis tersebut?
Tergantung
kasus apa yang sedang ditangani. Sebagai contoh, untuk pemeriksaan psikologis
korban yang melakukan kekerasan
membutuhkan kurang lebih 3-4 sesi sesuai dengan ketentuan dari Asosiasi
Psikolog Forensik. Untuk evaluasi hak asuh anak pada pasangan yang bercerai
membutuhkan 8 sesi. Intinya, harus ada jeda beberapa hari antar sesi. Mengapa?
Supaya psikolog dapat melihat dinamika psikologis orang tersebut. Karena jika
hanya satu sesi, tidak akan terlihat dinamika psikologisnya, sehingga tidak
dapat diberikan gambaran tentang apa yang sebenarnya terjadi
pada orang itu.
Dalam psikologi forensik, apakah alat
bantu pendeteksi kebohongan diperlukan?
Menurut
pendapat saya, alat bantu seperti itu hanya digunakan sebagai pendukung saja,
karena utamanya kita tetap berpegang pada metode-metode seperti tes, wawancara,
dan observasi. Peran alat bantu tersebut hanya untuk memastikan lagi kebenaran
data yang dimiliki oleh psikolog. Tetapi alat bantu yang digunakan bukan berupa
alat seperti dalam film-film kepolisian, melainkan berupa alat tes kepribadian,
misalnya.
Setiap orang memiliki kebiasaan yang
berbeda-beda. Misalnya, ada seorang pelaku kriminal yang memiliki kebiasaan
gemetaran setiap kali berada dalam kondisi tertekan. Bagaimana kita membedakan
apakah orang tersebut gemetaran karena kebiasaannya atau karena ia takut
ketahuan berbohong?
Itulah
mengapa pemeriksaan psikologis tidak dapat selesai hanya dalam satu sesi. Kita
harus bisa melihat gambaran keseluruhan dari orang tersebut. Bagaimana
kesehariannya? Apakah dia memang tipe orang yang gemetaran saat tertekan atau
hanya gemetaran saat menjalani persidangan? Semua sikap pelaku sudah pasti akan
ditanya dalam sidang, itulah mengapa psikolog harus bisa menggambarkan sikap
orang yang bersangkutan secara menyeluruh. Gambaran menyeluruh tersebut tidak
bisa didapat jika pemeriksaan hanya sekali sesi saja. Hal ini jugalah yang
membedakan antara psikolog dengan psikiater dalam ranah forensik. Psikiater
dapat memberikan kesimpulan diagnosa hanya dalam sekali sesi saja. Namun sebagai
psikolog, kita tidak dapat menyimpulkan dengan asal, harus ada penjelasan menyeluruh tentang diri orang yang
bersangkutan.
Selama pengalaman dalam dunia
forensik, adakah kasus di mana pelaku sangat sulit dideteksi kebohongannya?
Dalam
konteks psikologi forensik, terkadang kita tidak dapat menyimpulkan langsung
apakah orang tersebut berbohong atau tidak, namun kita
bisa menjabarkan melalui perilaku orang tersebut selama sesi pemeriksaan
berlangsung. Misalnya,
selama pemeriksaan orang ini selalu datang terlambat. Kemudian, ketika ditanya,
dia tidak menjawab dengan sungguh-sungguh, atau dia hanya mau menjawab pada
topik-topik diluar dirinya. Perilaku ini dapat mengindikasikan bahwa orang
tersebut tidak kooperatif dan besar kemungkinan dia tidak akan bersikap
kooperatif juga dalam menjalani proses hukumnya. Hal ini berlaku tidak hanya
untuk pelaku namun juga untuk korban.
Penulis : Nurul Aini Safithri
Editor :
Penulis : Nurul Aini Safithri
Editor :
Komentar
Posting Komentar